Kataini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. ‘Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Perhatikan misalnya kata ‘alam (bendera), ‘ulmat (bibir sumbing), ’a’lam (gunung-gunung), ‘alamat (alamat), dan sebagainya. Ilmu

12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Dan berikut adalah redaksi hadis yang dipilih untuk diteliti berdasarkan tema senda gurau . . . . 1. Pengertian Takhrij Menurut bahasa takhrij berasal dari kata kharraja خ ّ ر ج yang berarti mengeluarkan. 5 Dalam kamus al-Munawwir lafaz إ ْس ت ْ ر ج إ ْخ ت ر ج خ ّ ر ج bermakna ض ّ اْد خ ل lawannya memasukkan. Kata at-takhrij sering dimutlakkan pada beberapa macam pengertian; dan pengertian-pengertian yang popular untuk kata at-takhrij itu ialah 1 al-istinbât hal mengeluarkan; 2 al-tadrîb hal melatih atau hal pembiasaan; 3 al-taujîh hal memperhadapkan. 6 Adapun menurut istilah takhrij adalah “Menunjukan posisi hadis dalam sumber-sumber asli yang yang dikeluarkan dengan sanadnya, kemudian menjelaskan kedudukan ketika dibutuhkan.” Sedangkan dalam bukunya, M. Syuhudi Ismail menjelaskan pengertian takhrijul-hadis yang digunakan untuk maksud kegiatan penelitian hadis ialah “Penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan”. 8 5 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta Hidakarya Agung, 1989, 6 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta Bulan Bintang, 2007, h. 39. Lihat juga Mahmud at-Tahhan, Usul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, Riyad Maktabah al- Ma‟arif, 1991, 7 Mahmud at-Tahhan, Usul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid, 8 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 41 2. Sebab-sebab Perlunya Kegiatan Takhrij Hadis Bagi seorang peneliti hadis, kegiatan takhrijul-hadis sangat penting. Tanpa dilakukan kegiatan takhrij hadis terlebih dahulu, maka akan sulit diketahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti, berbagai riwayat yang telah meriwayatkan hadis itu, dan ada atau tidak adanya syahid atau mutt abi’ dalam sanad bagi hadis yang ditelitinya. Dengan demikian, ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij hadis dan melaksanakan penelitian hadis. Berikut ini dikemukakan tiga hal tersebut a Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti. Suatu hadis akan sangat sulit diteliti status dan kualitasnya bila terlebih dahulu tidak diketahui asal-usulnya. Tanpa diketahui asal-usulnya, maka sanad dan matan hadis yang bersangkutan sulit diketahui susunannya menurut sumber pengambilannya. Tanpa diketahui susunan sanad dan matan secara benar, maka hadis yang bersangkutan akan sulit diteliti secara cermat. Untuk mengetahui bagaimana asal- usul hadis yang akan diteliti itu, maka kegiatan takhrij perlu dilakukan terlebih dahulu. b Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti. Hadis yang akan diteliti mungkin memiliki lebih dari satu sanad. Mungkin saja, salah satu dari sanad itu berkualitas daif, sedang yang lainnya berkualitas sahih. Untuk dapat menentukan sanad yang berkualitas daif dan yang berkualitas sahih, maka terlebih dahulu harus diketahui seluruh riwayat hadis yang bersangkutan. Dalam hubungannya untuk mengetahui seluruh riwayat hadis yang sedang akan diteliti, maka kegiatan takhrij sangat diperlukan. c Untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid dan mut tabi’ pada sanad yang diteliti. Ketika hadis diteliti salah satu sanad-nya, mungkin ada periwayat lain yang sanad-nya mendukung pada sanad yang sedang diteliti. Dukungan itu bila terletak pada bagian periwayat tingkat pertama, yakni tingkat sahabat nabi, disebut sebagai syahid, sedang bila terdapat di bagian bukan periwayat tingkat sahabat disebut sebagai mutt abi’. Dalam penelitian sebuah sanad, syahid yang didukung oleh sanad yang kuat dapat memperkuat sanad yang sedang diteliti. B egitu pula mutabi‟ yang memiliki sanad yang kuat, maka sanad yang sedang diteliti mungkin dapat ditingkatkan kekuatannya oleh mutt abi’ tersebut. Untuk mengetahui apakah suatu sanad memiliki syahid atau mutt abi’, maka seluruh sanad hadis itu harus dikemukakan. Itu berarti takhrijul-hadis harus dilakukan terlebih dahulu. Tanpa kegiatan takhrij hadis, tidak dapat diketahui secara pasti seluruh sanad untuk hadis yang sedang diteliti. 9 Dalam menelusuri hadis sampai pada sumber asalnya tidak semudah menelusuri ayat Alquran. Untuk menelusuri ayat Alquran, cukup diperlukan sebuah kitab kamus Alquran, misalnya kitab al- Mu’jam al-Mafahras li Alfâdz al- Qur’ân al-Karîm susunan Muhammad Fuad „Abdul Baqi, dan sebuah 9 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 41-43 rujukan berupa mushaf Alquran. Akan tetapi untuk menelusuri sebuah hadis, tidak cukup hanya menggunakan sebuah kamus atau sebuah kitab hadis yang disusun oleh mukharijnya. Karena hadis terhimpun di dalam banyak kitab sehingga diperlukan kitab-kitab kamus hadis untuk memudahkan kegiatan takhrij hadis dan memahami cara penggunanya. Untuk mengetahui kejelasan hadis beserta sumber-sumbernya seorang peneliti haruslah mengetahui metode-metode dalam mentakhrij hadis. 10 Metode-metode tersebut adalah 1. Men-takhrij hadis melalui periwayatan pertama. Kitab yang digunakan diantaranya adalah kitab-kitab athraf dan kitab-kitab musnad. 2. Men-takhrij melalui lafal pertama hadis awal matan. Kitab yang digunakan dalam metode ini adalah al-J âmi’ al-Saghîr min ahâdîts al-Basyîr al-Nadzîr, al-Fathu al-Kabîr fî Dammi al-Ziyâdah ila al-J âmi’ al-Saghîr dan kitab Mausû’ah al-Atrâf al-Hadîts al-Nabawî al-Syarîf. 3. Men-takhrij hadis melalui lafal yang terdapat dalam matan hadis. Kitab yang digunakan dalam metode ini adalah al- Mu’jam al-Mufahras li Alfâdz al-Hadîts al-Nabawî. 4. Men-takhrij hadis melalui tema hadis. Kitab yang digunakan dalam metode ini adalah kitab Kanz al- Ummâl, kitab Muntakab Kanz al- Ummâl. 10 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 43 5. Men-takhrij hadis melalui klasifikasi jenis hadis. Kitab yang digunakan dalam metode ini adalah kitab al-Azhar al- Mutanatsiruh , kitab al-Ittihâfât al-Saniyyah, kitab al-Hadîts al- Qudsiyyah , kitab al-Marâsil, kitab Tanzîh al-Syarî ’ah al- Marfû ’ah, dan kitab al-Masnû’. Dari kelima metode tersebut di atas tidak mengharuskan seorang peneliti menggunakan semua metode. Terkadang ditemukan hanya tiga atau dua metode saja, jika yang digunakan itu sudah dapat memenuhi usaha penelusuran hadis. 11 C. Kegiatan Penelitian dan I’tibar Sanad a. Pengertian I‟tibar dan Sanad Kata i‟tibar إا ْع ت ب را merupakan masdar dari kata ر ب تعإ. Menurut bahasa, arti al- i‟tibar adalah “Peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatu yang jelas.” Menurut istilah ilmu hadis, al- I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis yang dimaksud. 12 11 Abu Muhammad Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, terj Said Agil Husain al- Munawar Rifki Mukhtar, Metodelogi Takhrij hadis, Semarang Toha Putra Group, 1994, 12 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Dengan dilakukannya al-i ’tibar, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadis yang diteliti demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing- masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan al-i ’tibar adalah untuk mengetahui keadan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus mutt abi’ atau syahid . Yang disebut mutt abi’ biasa juga disebut tabi‟ dengan jama‟ tawabi’ ialah periwayat yang berstatus pendukung para periwayat yang bukan sahabat Nabi. Pengertian syahid dalam istilah ilmu hadis biasa diberi kata jamak dengan syawahid ialah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat Nabi. Melalui al- i’tibar akan dapat diketahui apakah sanad hadis yang diteliti memiliki mutt abi’ dan syahid ataukah tidak. 13 Sanad berarti tarîq, yaitu jalan. Sedangkan menurut istilah adalah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis. Dalam referensi lain, sanad menurut bahasa ialah sandaran, tempat bersandar, atau dapat juga berarti yang dapat dipegang atau dipercaya. 14 Setelah melalui kegiatan takhr ȋ j hadis, kemudian dilanjutkan dengan kritik sanad hadis. Dalam kritik sanad hadis ini menyajikan biografi tiap sanad yang menjadi jalur hadis tersebut yang sampai kepada matan hadis, kemudian menyajikan guru-guru dan murid-murid beliau sehingga sanad dapat dipastikan 13 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, 14 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang PT. Pustaka Rizki Putra, 1999, cet ke-4, h. 168 bersambung ittisâl, dan selanjutnya menyajikan tentang komentar ulama terhadapnya sehingga bisa diketahui melalui kitab rijal hadis apakah sanad tersebut termasuk yang positif ta’dîl atau yang negatif tajrîh. Kriteria kesahihan sanad hadis terdapat beberapa syarat yaitu bersambungnya sanad, diriwayatkan oleh perawi yang ḏâbiṯ, tidak ada kejanggalan Syâdz maupun cacat illat. 15 Kritik sanad hadis ini merupakan cara untuk mengetahui kualitas perawi yang menjadi rentetan sanad hadis, melalui kitab-kitab rijal hadis seperti Tahdz ȋb al-Tahdzîb, Tahdzîb al-Kamâl, dan lain sebagainya. D. Kegiatan Penelitian Matan Untuk mengetahui status kehujjahan hadis, penelitian sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama penting. Karena dalam suatu hadis barulah dinyatakan sahih apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama berkualitas sahih. Adapun yang menjadi unsur-unsur acuan utama yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas shahih adalah terhindar dari Syudzudz kejanggalan dan Illat kecacatan. Namun terdapat juga beberapa kriteria kesahihan matan hadis, 16 yaitu tidak bertentangan dengan akal, tidak bertentangan dengan Alquran, tidak bertentangan dengan hadis yang mutawattir, tidak bertentangan 15 Kamaruddin Amin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis, Jakarta PT Mizan Publika, 2009, 16 Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010 dengan hadis ahad yang kualitasnya sahih, tidak bertentangan dengan kesepakatan ulama terdahulu. Dalam kegiatan penelitian matan ini, ada tiga langkah yaitu sebagai berikut I. Meneliti matan dengan melihat kualitas hadis Dilihat dari segi obyek penelitian, matan dan sanad hadis memiliki kedudukan yang sama, yakni sama-sama penting untuk diteliti dalam hubungannya dengan status kehujjahan hadis. Suatu matan hadis tidak dianggap sahih apabila sanadnya diragukan. II. Meneliti susunan lafadz yang semakna Perbedaan dalam redaksi matan dengan matan hadis yang sejalur dengannya karena periwayatan secara makna menurut ulama hadis dapat ditoleransi sepanjang tidak menyalahi kandungan makna hadis dari Rasulullah saw. baik itu pergantian lafal, perbedaan struktur, maupun pengungkapannya sempurna atau tidak, semuanya masih dapat diterima sebagai sabda yang berasal dari Rasulullah saw. III. Meneliti kandungan matan hadis Adapun yang dianggap penting diperhatikan terhadap kandungan matan hadis yang sejalan atau tidak bertentangan dan yang dipertentangkan. 17 17 Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010 E. Kritik Hadis tentang Senda Gurau Hadis Pertama a. Teks Hadis Langkah awal dalam melakukan kritik hadis adalah takhrij hadis, dalam kegiatan takhrij ini penulis menelusuri melalui penggalan lafaz matan hadis dengan menggunakan kitab al- Mu’jam al-Mufahras li Alfâdz al-Hadîts al-Nabawî yaitu dengan lafaz kemudian ditemukanlah sebagai berikut ب ,ت ر ٨ ٨ Penulis juga menelusuri kata dari lafaz kemudian ditemukan sebagai berikut رب ,ت ٨ 9 Penulis juga menelusuri kata dari lafaz dan ditemukan sebagai berikut رب ,ت ٨ 18 Weinsinck, Corcondance et Indices de la Tradition Musumane, diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâdz al- Hadîts al-Nabawî, jilid 3. BrillLeiden, 1955, 19 Weinsinck, Corcondance et Indices de la Tradition Musumane, diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Muhammad Fu‟ad „Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâdz al- Hadîts al-Nabawî, h. 256 MENGAMBILI’TIBAR DI BALIK KOVID 19; MENGAMBIL I’TIBAR DI BALIK KOVID 19 Setiap hamba Allah sudah digariskan didalam kehidupan di dunia dan akherat,oleh karena itu kejadian yang kita alami pada saat sekarang ini,yaitu Allah telah turunkan wabah penyakit virus covd 19,itu semua sudah menjadi ketentuan AllahSWT .kita sebagai umat muslim Connection timed out Error code 522 2023-06-13 144303 UTC What happened? The initial connection between Cloudflare's network and the origin web server timed out. As a result, the web page can not be displayed. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not completing requests. An Error 522 means that the request was able to connect to your web server, but that the request didn't finish. The most likely cause is that something on your server is hogging resources. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d6b19ccfa100b87 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
\n arti kata i tibar
1 Pengertian حَدُّهُ عِلْمٌ يَبْحَثُ عَنْ صِيَغِ الْكَلِمَاتِ الْعَرَبِيَّةِ وَأَحْوَالِهَا الَّتِى لَيْسَتْ بِإِعْرَابٍ وَلَا بِنَاءٍ Shorof adalah Ilmu yang membahas tentang bentuk-bentuk dan keadaa n kata bahasa Arab yang tidak berkenaan dengan i’rab dan bina-nya . Iktibar memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga iktibar dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan. Iktibar Nomina kata benda ContohPengajaran. Contoh Mengambil iktibar, mengambil contoh pengajaran, itu menjadi iktibar kita Kesimpulan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, arti kata iktibar adalah contoh. Arti lainnya dari iktibar adalah pengajaran. Contoh Mengambil iktibar, mengambil contoh pengajaran, itu menjadi iktibar kita.
Janganizinkan anak-anak sebayaku datang ke rumah, agar kesedihan ibu tidak terulang kembali, dan apabila ayah melihat anak- anak sebayaku, janganlah terlampau jauh untuk diperhatikan, nanti ayah akan bersedih.”. Nabi Ibrahim AS menjawab ”baiklah anakku, Allah SWT akan menolongmu”. Setelah Ismail, putra tercinta ditelentangkan di atas

Connection timed out Error code 522 2023-06-13 144303 UTC What happened? The initial connection between Cloudflare's network and the origin web server timed out. As a result, the web page can not be displayed. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not completing requests. An Error 522 means that the request was able to connect to your web server, but that the request didn't finish. The most likely cause is that something on your server is hogging resources. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d6b19ca5936b724 • Your IP • Performance & security by Cloudflare

Kamusdan Glosarium Umum. Istilah Umum Disandingkan dengan 2 Kamus dari 2 Negara berbeda dan bahasa Inggris. Kamus dan Glosarium Ekonomi & Bisnis. Istilah yang bersangkutan dengan kegiatan ekonomi misalnya jual beli mata uang, trading saham, perbankan, UMKM, Waralaba, Marketing, dan Bisnis Online. Kamus Teknologi Informasi.
Tak satu pun dari peristiwa yang mengitari kita terlepas dari itibâr. Itibâr berasal dari kata ibr atau ibrah, yang bermakna “jembatan penyeberangan”. Jadi, itibâr bermakna “menjadikan sesuatu sebagai penyeberangan”. Jika peristiwa-peristiwa yang kita hadapi disebut sebagai itibâr, maka peristiwa itu merupakan media yang menyampaikan kita kepada suatu pengetahuan, sehingga kita paham terhadap makna yang ada di balik peristiwa itu. Kita sering menganggap sesuatu itu buruk, padahal dia tak lebih hanya sebagai itibâr bagi kita agar kita memahami apa yang ada di balik itu. Misalnya, rasa sakit yang kita rasakan di kepala. Rasa sakit itu adalah itibâr, karena dia adalah sebagai media yang menyampaikan kepada kita bahwa telah terjadi suatu kelainan pada kepala kita, sehingga kita berusaha untuk mengobatinya supaya sembuh. Laksana jarum-jarum petunjuk pada mobil yang berfungsi memberitahukan kepada pengemudi volume bahan bakar, oli, air, dan sebagainya. Jadi, segala peristiwa yang mengitari kita merupakan isyarat bahwa ada suatu kelainan pada diri kita. Benarlah apa yang dikatakan oleh Syekh al-Akbar Ibn Arabî, sufi abad ke-7 H, bahwa manusia adalah miniatur jagat besar makrokosmos ini. Segala kualitas yang ada pada alam raya terdapat pula pada manusia. Oleh sebab itu, jika terdapat suatu kelainan pada diri manusia, dia akan cepat-cepat tahu melalui isyarat dari alam raya. Orang yang paling sukses adalah orang yang paling mengerti tentang isyarat itu. Akan tetapi, isyarat itu hanya dipahami oleh orang yang memiliki ketajaman mata hati dan ketajaman nalar. Segala ibadah yang kita lakukan bertujuan untuk menjadikan kita orang bertakwa. Tentang puasa misalnya, Allah menegaskan Hai orang-orang yang beriman, difardhukan atas kamu melaksanakan puasa sebagaimana difardhukan atas orang-orang yang sebelum kamu, supaya kamu bertakwa al-Baqarah [2] 183. Dengan ketakwaan, kita akan mendapatkan kecerahan mata batin kita. Lalu, dengan mata hati yang tercerahkan itu kita mampu menjadikan segala sesuatu yang mengitari kita sebagai itibâr, dapat membedakan yang benar dari yang batil dan yang baik dari yang buruk. Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberimu furqân dan menghapus segala kesalahanmu al-Baqarah [2] 183. Yang dimaksud dengan furqân dalam ayat di atas—menurut ahli tafsir, al-Thabarî—ialah ketajaman dan kecerahan batin, sehingga seseorang mampu melihat yang benar itu benar dan yang salah itu salah, yang baik adalah baik dan yang buruk adalah buruk. Tanpa ketajaman dan kecerahan batin, kita tidak pernah dapat memetik itibâr dari apa yang kita alami. Dalam dunia iptek yang serba canggih dewasa ini, kita sering berbangga dengan penemuan-penemuan mutakhir, kita berbangga dengan akal atau intelek. Memang akal memiliki kemampuan untuk menalar, berargumentasi, dan menarik kesimpulan. Akan tetapi, daya akal tidak dapat bekerja dengan baik tanpa kejernihan kalbu. Kita lihat sekarang, negeri yang kita cintai ini memiliki jutaan sarjana dan pemikir dalam berbagai bidang pengetahuan, tetapi tak banyak yang dapat memberikan solusi atas krisis yang sedang kita hadapi. Yang ramai adalah saling menyalahkan dan saling menjatuhkan. Ini tidak lain adalah karena kegelapan mata hati kita. [Prof. Yunasril Ali]
Dandari sini kita faham sesungguhnya mushaf dengan juz2 nya yang tiga puluh dan surat yang berjumlah dengan ribuan ayat yang dimulai dengan Al-Fatiha dan di sempurnakan dengan surat An-Naas, tidak lain isinya kecua li masalah Pokok 3 (tiga) yaitu: “Rububiyaah dari kata Rabb, Mulkiyah dari kta Al-Maliki, dan Ubudiyah atau Uluhiyah dari kata Al-Ma’bud atau Al
Oleh Fahad Asadulloh facebook Mahasiswa S2 Pascasarjana STAIN Kediri dan santri di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Ma'unah-Sari Bandar Kidul Kediri Jawa Timur. A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dan Hadits merupakan sumber hukum utama bagi umat Islam. Al-Qur’an merupakan wahyu dari Allah SWT yang berisi tentang firman-firmanNya yang disampaikan kepada Nabi Muhamad SAW melalui Jibril untuk diajarkan kepada umat manusia. Dilihat dari isi teksnya, makna Al-Quran ada yang masih bersifat global atau garis besar, meskipun tidak secara keseluruhannya. Untuk menjelaskan hal-hal yang masih bersifat garis besar tersebut diperlukanlah penjelas yang berupa hadits dari Nabi Muhammad Saw. Hadits yang merupakan segala berita yang berkenaan dengan sabda, perbuatan, taqrir dan hal ikhwal segala sifat dan keadaan Nabi Muhammad Saw[1], mempunyai fungsi menjelaskan dan menjabarkan segala keterangan-keterangan yang ada di dalam Al-Qur’an yang masih bersifat global atau garis besar yang perlu adanya penjelasan dalam pemahamannya atau pelaksanaannya. Selanjutnya didalam memahami suatu hadits guna bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari diperlukan adanya metode yang sering disebut sebagai fiqih al hadits. Karena dengan adanya kerja sama antara ahli fiqih dan ahli hadits, ajaran Islam dapat dibuktikan kebenarannya dan dapat pula diamalkan ajarannya secara benar[2] Dalam perjalanan sejarah, karena banyak faktor yang mempengaruhi periwayatannya[3], para ahli hadits sangat berhati-hati didalam menerima periwayatan hadits tersebut, apalagi ketika masa muhaddisin dalam membukukan hadits, mengingat begitu pentingnya peranan hadits sebagai sumber Islam yang kedua. Para ahli hadits sangat selektif didalam meriwayatkannya dan mengambilnya sebagai sumber pegangan. Apakah termasuk hadits yang maqbul, yang bisa diterima dan bisa diamalkan atau termasuk hadits yang mardud, yang keberadaannya di tolak untuk diambil sebagai sumber pegangan[4]. Para ahli hadits mengkatagorikan hadits tersebut karena memandang dan memperhatikan perowi-perowi yang membawanya, apakah bisa dimasukkan sebagai hadits yang Maqbul atau termasuk dalam katagori hadits yang mardud.. Karena secara struktur keberadaan hadits bisa dilihat dari aspek sanad rantai penuturnya, matan redaksi hadits atau mukharij rowi[5]. Sehubungan dengan upaya tersebut, para ulama akhirnya menyusun kriteria-kriteria tertentu. Sebagai langkah awal, mereka mengadakan penelitian pada sanad hadis. Ulama Hadis menilai bahwa kedudukan sanad hadis sangat penting dalam riwayat hadis. Sebagai konsekuensi dari pendapat tersebut, maka suatu hadis yang tidak memiliki sanad, oleh ulama hadis tidak dapat disebut hadis[6] Di sinilah sebenarnya pentingnya membahas lebih lanjut dan mendalam tentang studi sanad kaitannya dengan keberadaan hadis Rasulullah. Makalah ini akan membahas I’tibar meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya. Berkaitan dengan kegiatan penelitian sanad i’tibar meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatanya, akan kami paparkan mengenai beberapa para periwat hadits mulai dari masa sahabat sampai masa sesudah atba’at tabi’in, cara periwayatan dan penerimaannya, keadaaan / sifat rowi serta langkah-langkah dalam penelitian sanad. A. Para periwayat hadits [7] Masa sahabat Tujuh sahabat yang banyak meriwayatkan hadits 4. Sayyidal Aisyah, umul mukminin Sebagian nama sahabat yang ternama 2. Abdullah bin Amd bin Ash Masa tabiin 2. Nafi’ sahaya ibnu Umar Masa atba’at tabi’in Masa setelah atba’at tabi’in B. Cara periwayatan Al-Hadist 1. Al-Sima’, yakni suatu cara yang ditempuh para muhaddisin periode pertama untuk mendapatkab hadits dari Nabi Muhammad Saw, kemudian mereka meriwayatkannya kepada generasi berikutnya dengan cara yang sama. Intinya mendengar sendiri dari perkataan gurunya, baik secara dibacakan atau didektekan, baik dari hafalannya maupun dari tulisannya. Ungkapan cara meriwayatkannya sesuai dengan cara penerimaan yang seperti ini diantaranya adalah dengan menggunakan kata ...sami’tu.. ...haddatsana... ....akhbarona... ....khobbarna....qola..... 2. Al-aradl, yakni si pembaca menyuguhkan hadistnya kepada sang guru, baik ia sendiri yang membacanya maupun orang lain yang membacanya sedang dia mendengarkannya. Aradl juga diartikan bahwa seorang murid membacakan kitab kepada gurunya qari’ sedang murid yang lain membandingkan hadist yang dibacakan itu dengan kitab mereka, atau mendengarnya dengan penuh perhatian, baru menyalinnya dengan kitab tersebut. Ungkapan cara meriwayatkannya sesuai dengan cara penerimaan yang seperti ini diantaranya adalah dengan menggunakan kata..qoro’tu ala fulan... 3. Ijazah, yakni pemberian ijin dari seseorang kepada orang lain untuk meriwayatkan hadis darinya atau kitab-kitabnya. Ungkapan cara meriwayatkannya sesuai dengan cara penerimaan yang seperti ini diantaranya adalah dengan menggunakan kata ..albaana... 4. Munawalah, yakni seorang guru memberikan sebuah naskah asli kepada muridnya atau salinan yang sudah dikoreksinya untuk diriwayatkan dengan sanad darinya. Munawalah dibagi menjadi dua tipe a. Dengan dibarengi ijazah, misalnya setelah sang guru menyerahkan kitab-kitab asli atau salinannya, lalu mengatakan “Riwayatkanlah dari saya ini……” b. Tanpa dibarengi ijazah, yakni ketika naskah asli atau turunannya diberikan kepada muridnya dengan dikatakan bahwa itu adalah apa yang didengan dari si Fulan, tanpa diikuti dari suatu perintah untuk meriwayatkannya. 5. Mukatabah, yakni seorang guru yang menulis sendiri atau menyuruh orang lain menulis beberapa hadist kepada orang ditempat lain atau yang dihadapannya korespondensi. Ungkapan cara meriwayatkannya sesuai dengan cara penerimaan yang seperti ini diantaranya adalah dengan menggunakan kata ..akhbarona fulaan makatabah.... atau ...kataba ilayya fulaan qola haddasanaa fulaan... 6. Wijadah, yakni memperolah tulisan hadist orang lain yang tidak diriwayatkannya, baik dengan lafadl sama’, qiroah maupun selainnya, dari pemilik hadist atau pemilik tulisan tersebut dalam arti lengkap dengan sanadnya. Ungkapan cara meriwayatkannya sesuai dengan cara penerimaan yang seperti ini diantaranya adalah dengan menggunakan kata ....wajadtu bikhoththi fulaan, haddasana fulaan... aku dapatkan pada tulisan fulan bahwasanya fulan menceritakan kepada kami... 7. Washiyah, yakni pesan seseorang dikala mau mati atau bepergian, dengan sebuah kitab supaya diriwayatkan. Tapi menurut Ibnu al Shalah tidak boleh meriwayatkan melalui metode ini karena yang namanya wasiat hanya berfungsi sebagai pelimpahan hak milik atas naskah dan bukan masalah periwayatan. 8. I’lam, berarti pemberitahuan guru kepada muridnya bahwa hadist yang ditunjuknya adalah hadits yang diterima dari seseorang, dengan tidak mengatakan menyuruh agar si murid meriwayatkannya.[8] Selanjutnya Nurudin menjelaskan bahwa dengan melihat cara periwayatannya seperti tersebut di atas, maka hadits dapat diterima atau ditolak karena 1. Istilah istilah itu menunjukkan kepada kita cara yang ditempuh oleh seorang rawi dalam menerima hadits yang sedang kita teliti, maka kita akan tahu apakah cara penerimaan hadits itu benar atau salah. bila cara yang ditempuh itu tidak benar, maka gugurlah salah satu syarat diterimanya hadits. 2. Jika seorang perowi menerimanya hadits dengan cara penerimaan yang dinilai rendah lalu dalam menyampaikannya menggunakan ungkapan yang lebih tinggi, seperti menggunahakan lafadh hassanana atau akhbarona untuk hadits yang diterima melalui ijazah maka berarti ia telah melakukan penipuan tadlis dan seringkali ulama menuduhnya berbuat dosa karena hal itu.[9] Meneliti pribadi perowi hadist dalam ilmu hadist disebut dengan Rijali al-Hadist, secara definisi diartikan ilmu pengetahuan yang dalam pembahasannya membicarakan hal ikhwal dan sejarah kehidupan para rawi dari golongan sahabat, tabi’in dan tabi’it-tabi’in[10] Menurut para ulama sahabat ialah orang yang bertemu dengan Rosulullah saw dalam keadaan beriman dan meninggal dunia dalam keadaan Islam[11]. Masa sahabat berakhir dengan wafatnya Abu Thufail Amir bin Watsilah al Laitsi al Kanani di tahun 100 H[12]. Sedangkan cara untuk mengenali sahabat adalah a. Berita yang mutawatir dalam arti sudah diketahui secara meluas tentang persahabatannya dengan rasul. Misalnya tentang Khulafaurrosidin b. Dikenal, meskipun tidak meluas, seperti Dhammam bin Tsa’labah dan Ukasyah bin Mihsshan c. Melalui pengukuhan sahabat lain, seperti Hamamah al-Dusi yang disaksikan oleh Abu Musa al-Asy’ari d. Melalui berita dari salah seorang tabi’in yang tsiqoh e. Pengakuan bahwa dirinya adalah sahabat, tetapi dengan dua syarat dia harus benar-benar adil dan hidup pada zaman yang memungkinkan.[13] Tabi’in ialah orang-orang yang menjumpai sahabat dalam keadaan iman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.[14] Menurut al Hakim masa tabiin berakhir setelah orang yang bertemu sahabat terakhir meninggal dunia. Jadi tabiin terakhir adalah orang yang bertemu dengan Abu Thufail di Makkah, As Saib di Madinah, Abu Ummah di Syam, Ubaidullah bin Abi Aufah di Kuffah dan Anas bin Malik di Basrah, yang berarti Kholid bin Khalifah dianggap sebagai tabiin terakhir meninggal di tahun 180 H, karena pernah bertemu dengan seorang sahabat yang paling akhir wafatnya yaitu Abu Thufail di Makkah.[15] Sebagian tabiin ada yang disebut sebagai mukhodhramun yaitu orang yang hidup semasa dengan Nabi Saw, pada masa jahiliyyah lalu masuk Islam dan tidak pernah berjumpa dengan beliau, seperti Abu Usman al Nahdi Abdurrahman bin Mullin w. 95 H[16] Tabi’it tabi’in adalah orang yang bertemu dengan tabiin dalam keadaan beriman kepada rasulullah saw.[17]dan meninggal dalam keadaan Islam[18]. Masa ini berakhir pada tahun 220 H. D. Kegiatan Penelitian Sanad Untuk meneliti hadis, diperlukan acuan. Acuan yang digunakan adalah kaedah kesahihan hadis bila ternyata hadis yang diteliti bukanlah hadis mutawatir. Benih-benih kaedah kesahihan hadis telah muncul pada zaman Nabi dan zaman sahabat Nabi, Imam Syafi’i, Imam Bukhori, Imam Muslim dan lain-lain. Kegiatan penelitian hadis baik dari segi sanad maupun matan adalah bertujuan untuk mengetahui kualitas hadis yang sedang diteliti, diterima atau tidak, shahih atau dhoif. Salah seorang ulama hadis yang berhasil menyusun rumusan kaedah kesahihan hadis tersebut adalah Abu Amr Usman bin Abdir-Rahman bin al-salah asy-syahrazuri, yang biasa disebut Ibnus-Salah, adapun rumusannya adalah Hadis shahih yaitu hadis yang bersambung sanadnya sampai kepada Nabi, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dabit sampai akhir sanad, didalam hadis itu tidak terdapat kejanggalan syuzuz dan cacat ’illat[19] Adapun langkah-langkahnya adalah[20] 1. Melakukan takhrij meneliti sanad dan rawi Takhrij adalah menunjukkan asal beberapa hadits pada kitab-kitab yang ada kitab-kitab induk hadits dengan menerangkan hukum dan kualitasnya.[21] Dengan tujuan a. Mengetahui keberadaan suatu hadits, apakah benar suatu hadits yang akan diteliti terdapat dalam buku-buku hadits atau tidak b. Mengetahui sumber-sumber otentik suatu hadits dari buku hadits apa saja yang didapat c. Mengetahui ada berapa tempat hadits tersebut dengan sanad yang berbeda di dalam sebuah buku hadits atau dalam bebrapa buku induk hadits. d. Mengetahui kualitas hadits maqbul atau mardud[22] Menurut Agil Husein al-Munawar dan Masykur Hakim metode untuk mentakhrij hadits adalah a. Tahkrij dengan jalan mengetahui sahabat perawi hadits b. Tahkrij dengan jalan mengetahui lafadz pertama matan hadits c. Tahkrij dengan jalan mengetahui lafadz yang sering digunakan dari bagian matan hadits d. Tahkrij dengan jalan mengetahui topik hadits atau salah satu topiknya, jika ia memiliki topik yang banyak e. Tahkrij dengan jalan mengetahui sifat-sifat spesifik pada sanad hadits atau matannya[23] Sanad Mengetahui keadaan sanad hadits merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan penelitian hadits. Karena keadaan sanad-lah, yang menyebabkan kedudukan hadits itu berbeda-beda, dalam arti mungkin hadits yang satu lebih tinggi derajatnya dari hadits yang lain. Perbedaan inilah yang nantinya oleh para ahli hadits dijadikan patokan didalam mengklasifikasikan hadits. Apakah termasuk hadits muttashil[24] bersambung sanadnya dan munqothi’ terputus sanadnya jika dilihat dari aspek sanadnya[25]. Atau termasuk hadits yang sahih, hasan atau dhoif, jika dilihat dari kualitas perowi di dalam rangkaian sanadnya[26]. Sanad adalah rangkaian para rawi yang memindahkan matan dari sumber primernya, sehingga sanad hanya berlaku pada serangkaian orang, bukan dilihat dari pribadi secara perorangan.[27] Jadi yang perlu diperhatikan dalam memahami hadits terkait dengan sanadnya adalah mengenai keutuhan sanadnya, jumlahnya dan peawi akhirnya.[28] Zeid B Smeer dalam bukunya Ulumul Hadits pengantar studi hadits praktis menjelaskan tentang tingkatan sanad dan jenisnya menurut muhaditsin, yaitu [29] 1. Ashahhu Al-Asanid sanad - sanad yang lebih sahih Penilaian sanad yang dikhususkan baik kepada sahabat tertentu, penduduk tertentu atau suatu masalah tertentu. Misalnya a. Jika dikhususkan pada sahabat tetentu misalnya Abu Hurairoh, rangkaian sanadnya yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Ibnu Al-Musayyab dari Abu Hurairoh. Atau Ibnu Umar, rangkaian sanadya yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi dari Ibnu Umar. b. Jika dikhususkan pada penduduk tertentu misalnya penduduk Makkah, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Amru bin Dinar dari Jabir bin Abdullah. Kalau penduduk Madinah, yaitu yang diriwayatkan oleh Isma’il bin Abi Hakim dari Abidah bin Abi Sufyan dari Abu Hurairoh. c. Contoh Ashahhu Al-Asanid yang mutlak adalah jika menurut imam Bukhori ialah Malik, Nafi dan Ibnu Umar, jika menurut Ahmad bin Hambal adalah Az-Zuhri, Salim bin Abdillah dan ayahnya Abdillah bin Umar, jika menurut imam An-Nasai adalah Ubaidillah ibnu Abbas dan Umar bin Khottob. 2. Ahsanu Al-Asanid sanand – sanad yang lebih hasan Hadits dengan Alsanu Al-Asanid lebih rendah tingkatannya jika dibanding Ashahhu Al-Asanid. Contoh antara lain jika ada hadits yang bersanad a. Bahaz bin Hakim dari ayahnya Hakim bin Muawiyah dari kakeknya Muawiyah bin Haidah b. Amru bin Syuaib dari ayahnya Syua’aib bin Muhammad dari kakeknya Muhammad bin Abdillah bin Amr bin Ash 3. Adh’afu Al-Asanid sanad – sanad yang lebih lemah Hadits dengan rangkaian sanad ini adalah yang paling rendah tingkatannya. Contohnya a. Yang dikhususkan pada sahabat tertentu o Abu Bakar Ash shidiq, hadist yang diriwayatkan oleh Shadaqah bin Musa dari Abi Ya’qub dari Murrah Ath-Thayyib dari Abu Bakar o Abu Hurairoh yaitu hadits yang diriwayatkan oleh As-Sariyyu bin Isma’il dari Dawud bin Yazid dari ayahnya dari Abu Hurairoh b. Yang dikhususkan pada penduduk o Kota Yaman, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Hafsh bin Umar dari Al-Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas o Kota Mesir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Muhammad bin Al-Hajjaj ibnu Rusydi dari ayahnya dari kakeknya dari Qurroh bin Abdurrahman dari setiap orang yang memberikan hadits kepadanya o Kota Syam, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Qais dari Ubaidillah bin Zahr dari Ali bin Zaid dari Al-Qosim dari Abu Umamah Jenis sanad 1. Sanad Aliy adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit jika dibanding dengan sanad lain. Hadits dengan sanad yang jumlah rawinya sedikit akan tertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih banyak. 2. Sanad Nazil adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya lebih banyak jika dibandingkan dengan sanad yang lain. Hadits dengan sanad yang lebih banyak akan tertolak dengan sanad yang sama, jika jumlah rawinya lebih sedikit. Rowi Pengertian rawi adalah orang yang menerima hadits dan menyampaikannya dengan salah satu bahasa penyampaian[30] sedangkan Subhi As Shaleh menjelaskan bahwa rawi adalah orang yang mengutip hadits sekaligus dengan sanadnya dan ia bisa seorang laki-laki- atau perempuan[31]. Kemudian jumhur imam hadits dan fiqih menyepakati bahwa orang yang dapat dipakai hujjah riwayatnya hendaklah adil dan dhabith atas hadits yang diriwayatkannya.[32] Keadilan berhubungan dengan kualitas pribadi, sedangkan ke-dhabit-annya berhubungan dengan kapasitas intelektual. Apabila kedua hal itu dimiliki oleh periwayat hadis, maka periwayat tersebut dinyatakan sebagai bersifat tsiqah, istilah tsiqah merupakan gabungan dari sifat adil dan dabit.[33] Sedangkan perinciannya adalah bahwa rawi tersebut seorang muslim, baligh, berakal sehat, terhindar dari kefasikan, bertaqwa dan memelihara muru’ah yakni kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri manusia pada tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan kebiasaan dan bila meriwayatkan secara makna, disyaratkan baginya untuk mengetahui kata-kata yang tepat seperti asalnya.[34] Intelektual periwayat yang memenuhi syarat ke-shahihan sanad[35] hadis disebut sebagai periwayat yang dhabit, yaitu yang memiliki ciri sikap penuh kesadaran dan tidak lalai, kuat hafalan bila hadits yang diriwayatkan berdasarkan hafalannya, benar tulisannya bila hadits yang diriwayatkannya berdasarkan tulisan dan bila ia meriwayatkan hadits secara makna maka ia tahu persis kata-kata apa yang sesuai untuk digunakan.[36] Maka bagi perowi yang memiliki sifat-sifat tersebut diatas, maka hadits yang diriwayatkannya harus diamalkan dan dapat dipakai hujjah. Dan sebaliknya jika rawi tersebut tidak memiliki sifat di atas maka hadits periwayatannya harus diteliti dulu tingkat kecacatannya. Jika kecacatannya mengenai sifat adalah perowi seperti kafir, gila, fasik maka itu tidak dapat diterima, kecuali bagi perowi fasik dan mau bertobat dari kefasikannya. Sedangkan jika kecacatannya dari sifat kedhabitahn maka periwayatannya tidak dapat diterima karena menunjukkan sifat ketidakcakapan perowi dalam meriwayatkan hadis.[37] Itibar adalah meneliti jalur-jalur periwayatan hadits yang diduga diriwayatkan sendiri, agar diketahui bahwa hadits tersebut memiliki hadits mutabi’ yang mengikuti hadits dari jalur periwayatan lain yang semakna, syahidnya hadits lain yang jadi penguat atau tidak memiliki syahid atau mutabi’.[38] Jadi dengan dilakukannya al-i’tibar, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadis yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan al-i’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabi’ atau syahid dalam istilah ilmu hadis biasa diberi kata jamak dengan syawahid ialah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat nabi. Melalui al-i’tibar akan dapat diketahui apakah sanad hadis yang diteliti memiliki mutabi’ dan syahid ataukah tidak. 3. Meneliti nama para perawi yang ada dalam rangkaian sanad baik tentang nama, nisbat, kunyah dan laqob julukan melalui kitab-kitab Rijal Al-Hadits 4. Meneliti al-jarh wa ta’dil untuk mengetahui karakteristik rawi yang bersangkutan, baik dari segi moral maupun aspek intelektualnya keadilan dan ke-dhabit-an Al-jarh menurut muhadditsin adalah menunjukkan sifat-sifat cela rawi sehingga mengangkat atau mencacatkan adalah atau ke-dhabit-annya. Sedang ta’dil diartikan sebagai kebalikan dari jarh yaitu menilai bersih terhadap seorang rawi dan menghukuminya bahwa ia seorang yang adil dan dhabit.[39] Sehingga dengan meng-jarh wa ta’dil seorang perowi, kita dapat menetapkan periwayatan seorang rowi itu dapat diterima, atau ditolak sama sekali.[40] Demikian paparan kami mengenai kegiatan penelitian sanad I’tibar meneliti peibadi periwayat dan metode periwayatannya, kemudian dibagian akhir dari makalah ini kami beri contoh kegiatan penelitian sanad yang penulis ambil dari internet guna menambah pemahaman terkait materi yang sudah dipaparkan di atas. Contoh …………من رأى منكم منكراDalam melakukan penelitian hadis ini, yang harus dilakukan lebih dahulu adalah melacaknya dari berbagai macam kitab koleksi para kolektor hadis, diantaranya adalah pada kitab-kitab sbb 1 Shahih Muslim, Juz 1 hal 69حدØÙ†Ø§ أبو بكر بن ابى شيبة حدØÙ†Ø§ وكيع عن سفيان.Ø- وحدØÙ†Ø§ محمد بن المØÙ†Ù‰. حدØÙ†Ø§ محمد بن جعفر حدØÙ†Ø§ شعبة كلاهما عن قيس بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ بن شهاب وهذا Ø­Ø¯ÙŠØ Ø£Ø¨Ù‰ بكر. فقال أول من بدأ Ø¨Ø§Ù„ØØØ¨Ø© يوم العيد قبل الصلاة مروان. فقام إليه رجل. فقال الصلاة قبل Ø§Ù„ØØØ¨Ø©. فقال قد ترك ماهنالك. فقال أبو سعيد أما هذا فقد قضى ما عليه. سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من راى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم ÙŠØ³ØªØØ¹ فبلسانه فإن لم ÙŠØ³ØªØØ¹ فبقلبه وذلك أضهف الإيمان Ø£ØØ±Ø¬Ù‡ مسلم 2 Sunan al-Turmudzi, Juz III, hal 317-318حدØÙ†Ø§ بندار Ø£ØØ¨Ø±Ù†Ø§ عبد الرحمن بن مهدى Ø£ØØ¨Ø±Ù†Ø§ سفيان عن قيس بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ بن شهاب قال أول من قدم Ø§Ù„ØØØ¨Ø© قبل الصلاة مروان. فقال لمروان ØØ§Ù„فت السنة. فقال يافلان ترك ما هنالك فقال أبو سعيد أما هذا فقد قضى عليه. سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من راى منكرا فلينكره بيده ومن لم ÙŠØ³ØªØØ¹ فبلسانه ومن لم ÙŠØ³ØªØØ¹ فبقلبه وذلك أضعف الإيمان. هذا Ø­Ø¯ÙŠØ ØµØ­ÙŠØ­ Ø£ØØ±Ø¬Ù‡ الترمذى 3 Sunan Abi Dawud, Juz I, hal 123حدسنا محمد بن العلاء, اØÙ†Ø§ أبو معويه ØÙ†Ø§ الاعمش عن عسماعيل ابن جاء عن أبي سعيد الحدري Ùˆ عن قيس بن مسلم عن ØØ§ رق ابن شهاب. عن ابن سعيد الحدري قال Ø§ØØ±Ø¬ مروان المنبر فى يوم عيد فبدأ Ø¨Ø§Ù„ØØØ¨Ø© قبل الصلاة. فقام رجل فقال, يا مروان ØØ§Ù„فت السنة Ø§ØØ±Ø¬Øª المنبر فى يوم عيد Ùˆ لم يكن ÙŠØØ±Ø¬ فيه وبدأت Ø¨Ø§Ù„ØØØ¨Ø© قيل الصلاة, فقال ابو سعيد الحدري من هذا ؟ قالوا فلان ابن فلان, فقال أماهذا فقد قض ما عليه سمعت رسول الله صل الله عليه Ùˆ سلم يقول, من رأى منكرا ÙØ³ØªØØ§Ø¹ ان يغيره بيده فليغيره بيده فان لم يستØÙŠØ¹ فبلسنه, فان لم يستØÙŠØ¹ فبقلبه Ùˆ ذلك اضعف الايمان. سنن أبي داود حدسنا محمد بن العلاء وصناد بن السرى قال ØÙ†Ø§ أبو معاويه عن الأعمش عن اسمعيل بن رجاء عن أبي سعيد Ùˆ عن قيس بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ بن شهاب عن أبي سعيد الحدرى , قال سمعت رسول الله صل الله عليه وسلم يقول من رأى منكرا ÙØ§Ø³ØªØØ§Ø¹ أن يغيره بيده فليغيره بيده ÙˆÙ‚ØØ¹ هناد بقيه الحديس وفاه ابن العلاء فان لم يستØÙŠØ¹ فبلسانه, فان لم يستØÙŠØ¹ بلسانه فبقلبه, ذلك أضعف الايمان سنن أبي داود 123 4 Sunan Al-Nasa’I, JuzVIII, hal111-112Ø§ØØ¨Ø±Ù†Ø§ اسحق بن منصور Ùˆ عمرو بن علي عن عبدالرحمن قال حدØÙ†Ø§ سفيان عن الأعمش عن أبى عمارعن عمرو بن شرحبيل عن رجل من أصحاب النبى صل الله عليه Ùˆ سلم قال. قال رسول الله صل الله عليه وسلم ملئ عمار ايمانا الي مشاشه. Ø£ØØ¨Ø±Ù†Ø§ محمد بنى بشا ر قال حدØÙ†Ø§ عبد الرحمن قال حدØÙ†Ø§ سفيان عن قيش بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ شهاب . قال أبوسهيد سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم قال من رأى منكرا فليغيره بيده فان لم يستØÙŠØ¹ فبلسانه فان لم يستØÙŠØ¹ فبقلبه Ùˆ ذلك اضعف الايمان. سنن النساءى حدسنا عبد الحميد بن محمد . قال Ø­Ø¯ØØ§Ù† Ù…ØÙ„د قال حدسنا مالك بن مغول عن قيش بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ بن شهابز. قال. قال أبو سعيد Ø§Ù„ØØ¯Ø±Ù‰ سمعت رسولله صل الله عليه وسلم يقول من رأى منكرا فيغيره بيده فقد برئ Ùˆ لم يستØÙŠØ¹ ان يغير بيده فغيره بلسانه فقد برئ ومن لم يستØÙŠØ¹ ان يغير بلسانه فغيره بلسانه فقد برئ Ùˆ ذلك اضعف الايمان. سنن النساءى 5 Sunan Ibnu Majah, Juz I, hal 406 dan JuzII, hal1330حدØÙ†Ø§ ابوكريب ØÙ†Ø§ ابو معاوية عن الأعمش عن اسماعيل بن رجاء عن أبيه عن ابى سعيد وعن قيس بن مسلم عن ØØ§Ø±Ù‚ بن شهاب عن ابى سعيد قال Ø£ØØ±Ø¬ مروان المنبر يوم العيد فبدأ Ø¨Ø§Ù„ØØØ¨Ø© قبل الصلاة فقام رجل فقال يامروان! ØØ§Ù„فت السنة Ø£ØØ±Ø¬Øª المنبر يوم عيد ولم يكن ÙŠØØ±Ø¬ به وبدأت Ø¨Ø§Ù„ØØØ¨Ø© قبل الصلاة ولم يكن يبدأبها فقال أبو سعيد أما فقد قضى ما عليه سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من راى منكرا ÙØ§Ø³ØªØØ§Ø¹ أن يغيره بيده فليغيره بيده فإن لم ÙŠØ³ØªØØ¹ فبلسانه فإن لم ÙŠØ³ØªØØ¹ بلسانه فبقلبه وذلك أضعف الإيمان سنن ابن ماجه 6 Musnad Ahmad, Juz III, hal10, 20, 49, 52, 53 dan 92Dengan demikian, untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan al-I’tibar, diperlukan pembuatan skema seluruh matarantai sanad hadis yang akan diteliti. Dalam pembuatan skema, ada tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian, yakni Adapun contoh skemanya untuk perawi shahih muslim adalah sebagai berikut Nama Periwayat Urutan sebagai periwayat Urutan sebagai sanad 8. Abu Bakr bin Abi Syaibah 9. Muhammad bin al-Musanna Periwayat I Periwayat II Periwayat III Periwayat VI Periwayat VII Sanad VI Sanad V Sanad IV Sanad III Sanad III Sanad II Sanad II Sanad I Sanad I Mukharrijul Hadits Dengan memperhatikan skema gambar tersebut akan mudah dilakukan kegiatan al-I’tibar. Posisi masing-masing periwayat dan lambang-lambang periwayatan yang digunakan mudah dikenali dengan baik, sehingga dapat diketahui bahwa perawi yang berstatus syahid tidak ada, karena dalam kenyataanya Abu Sa’id merupakan satu-satunya sahabat Nabi saw yang meriwayatkan hadis yang sedang diteliti. an tetapi untuk muttabi’, harus melihat pada masalah jika yang akan diteliti itu sanad dari al-turmudzi, maka Ahmad bin Hanbal merupakan muttabi’ bagi bundar. Bundar dalam hal ini sebagai sanad pertama bagi al-turmudzi, lalu pada sanad ke-II, ke-III dan ke-V bagi sanad al-turmudzi, masing-masing memiliki muttabi’ yaitu waki’ al-a’masy sebagai muttabi’-nya sufyan. Sedang raja’ sebagai muttabi’-nya thariq bin syihab. Jadi muttabi’ bagi sanad al-turmudzi itu datang dari sanad al-Nasa’I, Ahmad bin Hanbal, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah DAFTAR PUSTAKA Al-Mas’udi, Hafid Hasan. Metodologi Penelitian Hadits Nabi. Surabaya Salim Nabkan, tt. Al-Munawar, Agil Husein. dkk, Dasar-Dasar Ilmu takhrij Hadits dan Studi Hadits. Semarang Dina Utama, 1995. Arifin, Zainul. Studi Kitab Hadits. Surabaya Al-Muna, 2010. As Shaleh, Subhi. Membahas Ilmu-Ilmu Hadits. Jakarta Pustaka Firdaus, 2002. Ismail, Syuhudi. Metode Penelitian Hadits Nabi. Jakarta Bulan Bintang, 1992. M Abdurrahman. Studi Kitab Hadits. Yogyakarya UIN Sunan Kalijaga, 2003. Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadits. Jakarta Amzah, 2008. Nurudin ITR. Ulum Al-Hadits. Bandung Remaja Rosdakarya, 1995. Rahman, Fatkhur. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung PT AL Ma’arif, 1974. Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadits. Jakarta Gaya Media Pratama, 1996. Rohman, Fatkhur. Ikhtisar Musthlahul Hadits. Bandung PT Al-Ma’arif, 1985. Smeer, Zeid B. Ulumul Hadis. Malang UIN Malang Press, 2008. Solahuddin, M. Agus. Dkk. Ulumul Hadis. Bandung Pustaka Setia, 2008. Zarkasyi Chumaidy, Ahmad. Takhrij Al-Hadits, Mengkaji dan Meneliti al-Hadits. Bandung IAIN Sunan Gunung Jati, 1990. [1] M. Agus Solahuddin, dkk, Ulumul Hadis Bandung Pustaka Setia, 2008, 17. [2] Zainul Arifin, Studi Kitab Hadits, Surabaya Al-Muna, 2010, v [3] Munculnya hadits palsu yang disebabkan karena pertentangann politik soal pemilihan kholifah, adanyapihak lain yang mau merusak ajaran Islam, adanya perang dalil dalam masalah madzah baik masalah fiqih atau kalam dan dalam rangka menjilat para penguasa dalam mencari kedudukan. Lihat karangan M. Agus Solahuddin, dkk, Ulumul Hadis Bandung Pustaka Setia, 2008, 176 – 181. [4] H Zeid B. Smeer, Lc, Ulumul Hadis Malang UIN Malang Press, 2008, 31. [6] Nizar Ali, Memahami Hadis Nabi YogyakartaCESad YPI Al- Rahmah, 2001, 16 [7] Subhi As Shaleh, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits Jakarta Pustaka Firdaus, 2002, 10. [8] Nurudin ITR, Ulum Al-Hadits Bandung Remaja Rosdakarya, 1995, 197 – 211. [9] Ibid, 208 – 2011, lihat juga As-Subhi, 93 – 107. [10] Agus Solahuddin, 111 [13] Nurudin, 102-103, bandingkan dengan Subhi, 326 [21] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits Jakarta Amzah, 2008, 116, baca Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits Jakarta Gaya Media Pratama, 1996, 191. [22] Ibid, 117 bandingkan dengan, Ahmad Zarkasyi Chumaidy, Takhrij Al-Hadits, Mengkaji dan Meneliti al-Hadits Bandung IAIN Sunan Gunung Jati, 1990, 7. [23] Agil Husein al-Munawar dkk, Dasar-Dasar Ilmu takhrij Hadits dan Studi Hadits, Semarang Dina Utama,1995, 39. [24] Yang dimaksud bersambung sanadnya adalah bahwa setiap rawi hadits yang bersangkutan benar-benar menerima nya dari rawi yang berada diatasnya dan begitu seterusnya sampai pada pembicara yang pertama. Hal ini bisa diketahui dengan cara mencatat semua perawi yang ada dalam sanad, mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi dan meneliti kata yang menghubungkan antara para perawi dan rawi yang terdekat dalam sanad yang Agus Solahudin, 143 [25] H Zeid B. Smeer, 49. [26] M Agus Solahudin, 141. [29] Ibid. hal 94 – 97 dan bandingkan, Fatkhur Rahman, Ikhtisar Musthalahul Hadits Bandung PT AL Ma’arif, 1974, 26 – 28. [31] Subhi As Shaleh, 111. [35] Hadits baru akan diterima setelah diakui kesahehannya dengan indikator sanad dan transmisinya muttasil, perawinya adil, dhabit, tidak syadz janggal dan juga tidak ada illah cacat. Lihat dalam kata pengantar Studi Kitab Hadits, karya M Abdurrahman, Yogyakarya UIN Sunan Kalijaga, 2003, xvii [38] Hafid Hasan Al-Mas’udi, Metodologi Penelitian Hadits Nabi Surabaya Salim Nabkan, tanpa th, 108, baca Syuhudi Ismail, Metode Penelitian Hadits Nabi Jakarta Bulan Bintan, 1992, 51. [39] Nurudin, 78, bandingkan dengan Fatkhur Rohman, Ikhtisar Musthlahul Hadits Bandung PT Al-Ma’arif, 1985, 268. [40] Agus Solahuddin, 159. Untukmenjelaskan arti ‘sumber hukum Islam’, mereka menggunakan al-adillah al-Syariyyah. Karena dua kata tadi ‘i’tibar dan qiyas’ memiliki pengertian melewati dan melampaui.[20] “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang Arti kata, ejaan, dan contoh penggunaan kata "iktibar" menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI. iktibar n contoh; pengajaran mengambil - , mengambil contoh pengajaran; itu menjadi - kita Bantuan Penjelasan Simbol a Adjektiva, Merupakan Bentuk Kata Sifat v Verba, Merupakan Bentuk Kata Kerja n Merupakan Bentuk Kata benda ki Merupakan Bentuk Kata kiasan pron kata yang meliputi kata ganti, kata tunjuk, atau kata tanya cak Bentuk kata percakapan tidak baku ark Arkais, Bentuk kata yang tidak lazim digunakan adv Adverbia, kata yang menjelaskan verba, adjektiva, adverbia lain - Pengganti kata "iktibar" Kosakata Populer Sedang Dilihat Informasi Tentang Situs Merupakan situs penyedia data mengenai arti kata atau istilah dan cara pengejaannya beserta contoh kalimat yang disadur dari "Kamus Besar Bahasa Indonesia" atau yang biasa disingkat dengan KBBI. Tidak seperti beberapa situs web yang sama, kami mencoba untuk menyediakan berbagai fitur lain, seperti kecepatan akses, menampilkan dengan berbagai membedakan warna untuk jenis kata, tampilan yang tepat untuk semua web browser kedua komputer desktop, laptop dan ponsel pintar dan seterusnya. Fitur lengkap dapat dibaca di bagian fitur Online KBBI. Arti kata seperti kata "iktibar" di atas ditampilkan dalam warna yang membuatnya mudah untuk mencari entri dan sub-tema. Berikut adalah beberapa penjelasan Jenis kata atau Deskripsi istilah-istilah seperti n kata benda, v kata kerja dalam merah muda pink dengan menggarisbawahi titik. Arahkan mouse untuk melihat informasi tidak semuanya telah dijelaskan Makna 1, 2, 3 dan seterusnya ditandai dalam huruf tebal dengan latar belakang lingkaran Contoh penggunaan entri / sub entri yang ditandai dengan warna biru Contoh dalam Amsal ditandai di orange Ketika mengeklik hasil dari "Loading" daftar, hasil yang sesuai dengan kata Cari akan ditandai dengan latar belakang kuning Menampilkan hasil yang baik dalam kata-kata dasar dan derivatif, dan makna dan definisi akan ditampilkan tanpa harus kembali men-download data dari server Link cukup Permalink / Link indah dan mudah diingat untuk definisi kata, misalnya Kata 'teknologi' akan memiliki link di Kata 'konservatif' akan memiliki link di Kata 'rukun' akan memiliki link di Contoh Kata yang Mirip dengan kata "iktibar" yaitu iktibar • kuasi- • kreasi • sparing • bugil • keminting • personil • segani • telanjang • tatar • undi • bunker • himpun • kutut • puan • signifikansi • sikah • lunyah • mendreng • bulir • satin • uyuh • bikang • komite • ekstin • keseleo • mesum • dramatis • ruwet • akak dll Sehingga link ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam menulis, baik pada jaringan dan di luar dikembangkan dengan konsep desain responsif, berarti bahwa penampilan website situs dari KBBI akan cocok di berbagai media, seperti smartphones Tablet pc, iPad, iPhone, Tab, termasuk komputer dan netbook / laptop. Tampilan web akan menyesuaikan dengan ukuran layar yang tambahan baru di luar KBBI edisi IIIMenulis singkatan di bagian definisi seperti yang, dengan, dl, tt, dp, dr dan lain-lain ditulis secara penuh, tidak seperti yang ditemukan di KBBI PusatBahasa.✔ Informasi tambahanTidak semua hasil pencarian, terutama jika kata yang dicari terdiri dari 2 atau 3 surat, semua akan ditampilkan. Jika hasil pencarian dari "Loading" daftar sangat besar, hasil yang dapat langsung diklik pada akan terbatas jumlahnya. Selain itu, untuk beberapa kata pencarian, sistem akan hanya mencari kata-kata yang terdiri dari 4 huruf atau lebih. Misalnya apa yang dicari adalah "water, minyak, dissolve", sehingga hasil pencarian yang akan ditampilkan adalah minyak dan membubarkan beberapa kata pencarian dapat dilakukan dengan memisahkan setiap kata dengan tanda koma, misalnya mengajar, program, komputer untuk menemukan kata-kata pengajaran, program dan komputer. Jika ditemukan, hasil utama akan ditampilkan dalam "base words" kolom dan hasil dalam bentuk kata-kata turunan akan ditampilkan dalam "Loading" kolom. Ini banyak kata pencarian akan hanya mencari kata-kata dengan minimal 4 Surat panjang, jika sebuah kata yang 2 atau 3 Surat panjang, kata akan data arti kata yang terdapat di website ini merupakan hak cipta dari situs resmi KBBI yang beralamat di Jika anda menemukan padanan kata atau arti kata yang menurut anda tidak sesuai atau tidak benar, maka anda dapat menghubungi ke pihak Badan Bahasa KEMDIKBUD untuk memberikan kritik atau saran Berikut adalah informasi kontak dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jalan Daksinapati Barat IV, Rawamangun, Jakarta Timur. Telepon 021 4706287, 4706288, 4896558, 4894546. Faksimile 021 4750407 Email [email protected] erNqq.
  • sdxfh81ctu.pages.dev/374
  • sdxfh81ctu.pages.dev/32
  • sdxfh81ctu.pages.dev/306
  • sdxfh81ctu.pages.dev/189
  • sdxfh81ctu.pages.dev/99
  • sdxfh81ctu.pages.dev/201
  • sdxfh81ctu.pages.dev/10
  • sdxfh81ctu.pages.dev/378
  • sdxfh81ctu.pages.dev/48
  • arti kata i tibar