Pengertiandan Perbedaan Etika dan Moral Menurut Para Ahli - Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang di nilai, sedangkan etika di pakai untuk system nilai yang ada. Teori moral mencoba memformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan masalah
BAB 1 Pendahuluan Akhlak merupakan salah satu khazanah intelektual Muslim yang keha-dirannya hingga saat ini dirasakan dan sangat diperlukan. Akhlak secara historis dan teologis tampil untuk mengawal dan memandu perjalanan umat Islam agar bisa selamat di dunia dan di akhirat dan tidaklah berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa misi utama dari kerasulan Muhammad Saw adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, begitulah yang telah disabdakan oleh beliau, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang mulia, hingga Allah Swt sendiri memuji akhlak mulia Nabi Muhammad Saw dalam firman-Nya, dan menjadikan beliau sebagai uswah hasanah dalam berbagai hal agar kita bisa selamat di dunia dan akhirat. Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah pangkalan yang menetukan corak hidup manusia. Akhlak, atau moral, kesusilaan dan kesopanan adalah pola tindakan yang didasarkan atas nilai mutlak kebaikan. Hidup susila dan tiap-tiap perbuatan susila adalah jawaban yang tepat terhadap kesadaran akhlak, sebaliknya hidup yang tidak bersusila dan tiap-tiap pelanggaran kesusilaan adalah menentang kesadaran itu. Kesadaran akhlak adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. BAB 2 Pembahasan A. Pengertian dari Akhlak, Etika dan Moral Secara bahasa etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab akhlak ق أخلا adalah bentuk jama’, sedang mufradnya adalah khalaq خُلُقٌ yang di artikan budi pekerti. Al-khuluk sifatnya di ciptakan opleh pelakunya sendiri dan bisa bernilai baik dan buruk tergantung pada sifat perbuatan itu.[1] Kata khuluq bentuk mufrad dari akhlaq ini berasal dari fiil madhi khalaqa yang dapat mempunyai bermacam-macam arti tergantung pada mashdar yang digunakan. Ada beberapa kata Arab yang seakar dengan kata al-khuluq ini dengan perbedaan makna. Namun karena ada kesamaan akar kata, maka berbagai makna tersebut tetap saling berhubungan. Diantaranya adalah kata al-khalq artinya ciptaan. Dalam bahasa Arab kata al-khalq artinya menciptakan sesuatu tanpa didahului oleh sebuah contoh, atau dengan kata lain menciptakan sesuatu dari tiada[2] dan yang bisa melakukan hal ini hanyalah Allah, sehingga hanya Allahlah yang berhak berpredikat Al-Khaliq atau Al-Khallaq sebagaimana yang diungkapkan dalam QS. al-Hasyr ayat 24هو الله الخالق البار ئ المصوّر dan QS. Yasin ayat 81 yang berbunyi بلى و هو الخلاق العليم . Di dalam Da’iratul Ma’arif dikatakan اَلْاَخْلاَقُ هِىَ صِفَاتُ تُ اْلِانْسَانِ اْلاَدَبِيِّةُ “Akhlak ialah sifat-sifat manusia yang terdidik”. [3] Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perkataan baik, disebut akhlak yang mulia, atau perbuatan buruk, disebut akhlak yang tercela sesuai dengan Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu bisa dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaannya disebut akhlak. Contohnya, bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan itu ialah akhlak dermawan. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabiat, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama rnakhluk. Rasulullah saw bersabda " Sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah ialah yang paling baik akhlaknya"[4]. Jadi, pada hakikatnya Khulk atau akhlak ialah sesuatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga timbullah berbagai macam perbuatan dengan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan akhlak mulia sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah akhlak yang tercela. Oleh karenanya, dapatlah disebut bahwa “ akhlak adalah nafsiah kejiwaan atau Maknawiyah abstrak dan bentuknya yang kelihatan kita namakan muamalah tindakan atau suluk prilaku, maka akhlak adalah sumber dan prilaku adalah bentuknya. Sementara itu dari sudut terminologi istilah, ada banyak pendapat yang mengemukakan istilah akhlak. Diantaranya adalah yang dikemukakan Al-Ghazali[5] فالخلق عبارة عن هيئة في النفس راسخة عن تصدرالأفعال بسهولة ويسرمن غيرحاجة إلى فكر ورؤية، فان كانت الهيئة بحيث تصدرعنها الأفعال الجميلة المحمودة عقلا وشرعا سميت تلك الهيئة خلقا حسنا وإن كان الصادرعنها الأفعال القبيحة سميت تلك الهيئة التى هى المصدر خلقا سيئا Artinya Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Maka bila sifat itu memunculkan perbuatan baik dan terpuji menurut akal dan syariat maka sifat itu disebut akhlak yang baik, dan bila yang muncul dari sifat itu perbuatan-perbuatan buruk maka disebut akhlak yang buruk. Pengertian di atas memberikan pemahaman bahwa al-khuluq disebut sebagai kondisi atau sifat yang terpatri dan meresap dalam jiwa, sehingga si pelaku perbuatan melakukan sesuatu itu secara sepontan dan mudah tanpa dibuat-buat, karena seandaianya ada orang yang mendermakan hartanya dalam keadaan yang jarang sekali untuk dilakukan mungkin karena terpaksa atau mencari muka, maka bukanlah orang tersebut dianggap dermawan sebagai pantulan kepribadiannya. Sifat yang telah meresap dan terpatri dalam jiwa itu juga disyaratkan dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan lagi. Ibnu Maskawih memberikan definisi senada mengenai istilah khuluq sebagai berikut الخلق حال للنفس داعية لهاإلى أفعالها من غير فكر ورؤية [6] Artinya Khuluq ialah keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pemikiran. Dijelaskan pula oleh Ibnu Maskawaih bahwa keadaan gerak jiwa tersebut meliputi dua hal. Yang pertama, alamiah dan bertolak dari watak, seperti adanya orang yang mudah marah hanya karena masalah yang sangat sepele, atau tertawa berlebihan hanya karena suatu hal yang biasa saja, atau sedih berlebihan hanya karena mendengar berita yang tidak terlalu memprihatinkan. Yang kedua, tercipta melalui kebiasaan atau latihan. Pada awalnya keadaan tersebut terjadi karena dipertimbangkan dan dipikirkan, namun kemudian menjadi karakter yang melekat tanpa dipertimbangkan dan dipikirkan masak-masak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa akhlak merupakan manifestasi iman, Islam, dan ihsan yang merupakan refleksi sifat dan jiwa secara spontan yang terpola pada diri seseorang sehingga dapat melahirkan perilaku secara konsisten dan tidak tergantung pada pertimbangan berdasar interes tertentu. Etika, seperti halnya dengan istilah yang menyangkut ilmiah lainnya berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu, ethos.[7] Kata ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak ta etha artinya adalah adat kebiasaan. Dan arti inilah yang menjadi latar belakang terbentuknya istilah “etika” yang oleh filosuf besar Yunani, Aristoteles 384-322 sM sudah dipakai sebagai filsafat moral.[8] Jika dilihat dari kamus besar bahasa indonesia, etika dijelaskan dengan tiga arti a nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan dan masyarakat, b kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, c ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral akhlak. Etika sebagai salah satu cabang dari filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan tersebut, baik atau buruk, maka ukuran untuk menentukan nilai itu adalah akal pikiran Atau dengan kata lain, dengan akal lah orang dapat menentukannya baik atau buruk. Dalam hubungan ini Dr. H. Hamzah Ya’qub menyimpulkan atau merumuskan “Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran”[9]. Kita memberikan timbangan kepada berbagai perbuatan “baik atau buruk, benar atau salah, hak atau batal.” Hukum ini merata diantara manusia baik yang tinggi kedudukannya maupun yang rendah. Hal tersebut dapat diucapkan oleh ahli hukum didalam soal undang – undang, oleh ahli perusahaan kepada perusahaan mereka, bahkan oleh anak – anak dalam permainan mereka ; maka apakah artinya “baik atau buruk?” dan dengan ukuran “apakah” kita mengukur perbbuatan yang akan kita beri hukum “baik atau buruk?”. Etika, suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, meneerangkan apa yang dilakukan oleh manusia pada yang lainnya, menyatakan tujuan yang harus di tuju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus di perbuat. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Dengan demikian bahwa pokok persoalan etika ialah segala perbuatan yang timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar dan sengaja dan ia mengetahui kapan ia melakukannya. Berasal dari bahasa latin, yaitu jamak dari mose yang berarti adat kebiasaan[10]. Istilah moral dan etika sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Dalam hal ini hamzah ya’qub mengatakan bahwa yang d maksud moral adalah sesuai dengan ide-ide umum tentang tindakan manusia mana yang baik mana yang wajar[11]. Senada dengan hamzah ya’qub, secara detail dalam ensiklopedia pendidikan di sebutkan bahwa moral adalah nilai dasar masyarakat untuk memilih antara nilai hidup moral juga adat istiadat yang menjadi dasar untuk menunjukkan baik dan buruk maka untuk mengukur tingkah laku manusia baik dan buruk dapat di lihat dari penyesuaiannya dengan adat istiadat yang umum di terima masyarakat, yang meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. karena itu , dapat di katakan baik atau buruk yang diberikan secara moral hanya bersifat lokal. Ini lah yang membedakan antara etika dan moral. Perbedaan lain antara etika dan moral adalah etika lebih bersifat teori sedang moral lebih bersifat praktis, etika memandang tingkah laku manusia secara universal Umum sedangkan moral secara lokal khusus, etika menjelaskan ukuran yang dipakai, moral merealisasikan ukuran itu dalam perbuatan. Pembagian konsep mengenai moral ada tiga, tiga alur perkembangan intelektual yaitu pada masa klasik, abad peertengahan dan modern ü Sepanjang abad klasik,dunia dipandang dari berbagai kekuatan alami dan alur utama dari pemikiran tentang moral di zaman klasik itu. ü menggunakan ukuran moral atau standart yang objektif maka hal tersebut bersifat natural, objektif dan rasional. ü Abad pertengahan, alur pikiran utama digariskan oleh pandangan yang terarah terhadap suatu dunia lain akhirat pandangan yang lain adalah kebenaran di gariskan oleh wahyu ilahi,yaitu cenderung bersifat rohania spritualistic yang bertopang pada iman dan sebanding dengan penalaran. ü Pada abad modern,alur utama dalam moralitas menunjukkan perbedaan yang jelas dengan abad klasik dan tetapi pemikiran epistimologis sifatnya naturalistic yamg pola pemikirannya khas modern yaitu sains telah mengubah mengambil alih kedudukan iman ddan penalaran sebagai sumber utama dari pengetahuan tentang dunia[12]. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan masyarakat setempat. Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya. Moral adalah produk dari budaya dan Agama. 4. Macam-Macam Akhlak, Etika dan Moral Ulama akhlak menyatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat para Nabi dan orang-orang sidiq, sedangkan akhlak yang buruk merupakan akhlak setan dan orang-orang tercela. Maka pada dasarnya akhlak itu dibagi menjadi dua macam, yaitu 1. Akhlak baik al-akhlaqul mahmudah, yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan, sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain. 2. Akhlak buruk atau tercela al-akhlakul madzmumah, yaitu perbuatan buruk terhaap Tuhan , sesama manusia dan makhluk-makhluk yang lain[13]. Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis itu sama halnya dengan berbicara tentang moral. Manusia disebut etis karena manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara ssebagai makhluk dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat tiga macam etika yaitu sebagai berikut Ø Etika Deskriptif adalah Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu yang memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis. Ø Etika Normatif adalah Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. Ø Etika metaetika merupakan sebuah cabang dari etika yang membahas dan menyelidiki serta menetapkan arti dan makna istilah-istilah normatif yang diungkapkan lewat pertanyaan-pertanyaan etis yang membenarkan atau menyalahkan suatu tindakan. Istilsh-istilah normatif yang sering mendapat perhatian khusus, antara lain keharusan, baik, buruk, benar, salah, yang terpuji, tercela, yang adil, yang semestinya[14]. ü Moral keagamaan merupakan moral yang selalu berdasarkan pada ajaran agama Islam. ü Moral sekuler merupakan moral yang tidak berdasarkan pada ajaran agama dan hanya bersifat duniawi semata-mata. 5. Persamaan Akhlak, Etika dan Moral Ada beberapa persamaan antara akhlak, etika, dan moral yang dapat dipaparkan sebagai berikut v Pertama, akhlak, etika, dan moral mengacu kepada ajaran atau gambaran tentang perbuatan, tingkah laku, sifat, dan perangai yang baik. v Kedua, akhlak, etika, moral merupakan prinsip atau aturan hidup manusia untuk menakar martabat dan harakat kemanusiaannya. Sebaliknya semakin rendah kualitas akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang, maka semakin rendah pula kualitas kemanusiaannya. v Ketiga, akhlak, etika, moral seseorang atau sekelompok orang tidak semata-mata merupakan faktor keturunan yang bersifat tetap, stastis, dan konstan, tetapi merupakan potensi positif yang dimiliki setiap orang. Untuk pengembangan dan aktualisasi potensi positif tersebut diperlukan pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan, serta dukungan lingkungan, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara tersu menerus, berkesinambungan, dengan tingkat konsistensi yang tinggi. 6. Perbedaan Akhlak, Etika dan Moral Dari Seginya di bagi menjadi 2 bagian yaitu 1 berdasarkan tolak ukur dan 2 berdasarkan sifat o Akhlak tolak ukurnya al-qur’an dan As Sunnah o Etika tolak ukurnya pikiran atau akal o Moral tolak ukurnya norma hidup yang ada di masyarakat berupa adat atau aturan tertentu. o Akhlak dan Moral bersifat praktis BAB 3 Penutup A. Kesimpulan ü Dari uraian diatas dapat di simpulkan sebagai berikut Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan. Moral adalah suatu tindakan yang sesuai dengan ukuran tindakan yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. § Akhlak adalah yang menjadi ukuran baik dan buruk atau mulia dan tercela. Sumber akhlak adalah Al-Quran dan sunah. § Etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk tolak ukur yang digunakan atau sumbernya adalah akal pikiran atau rasio filsafat, § Moral tolak ukur yanng digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dimasyarakat. o Akhlak terbagi menjadi dua macam, yaitu akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah. o Etika terbagi menjadi tiga macam, yaitu etika deskriptif, etika normatif dan etika metaetika. o Moral terbagi menjadi moral keagamaan dan moral sekuler. BAB 4 Daftar Pustaka Alwan Khoiri, dkk. Akhlak Tasawuf, yogyakarta Pokja akademik UIN sunan kalijaga, 2005, hal 4 Lihat, Abu al-Fadhal Jamal al-Din Muhammad Ibn Mukram Ibn Manzhur selanjutnya disebut Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Jilid X, Beirut Dar al-Fikr, 1990, hal. 85. Lihat juga, Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Cet. XXXIII, Beirut Dar al-Masyriq, 1986, hal. 193. Di dalam pemakaian bahasa Arab kata khalaqa dan ja’ala dibedakan pengertiannya. Arti ja’ala adalah menciptakan sesuatu yang masih berhubungan dan terikat dengan yang lain, atau dengan kata lain menciptakan dari materi yang telah ada. Sementara khalaqa berarti sebaliknya. Lihat Abu al-Baqa’ Ayub Ibn Musa al-Husaini, Al-Kulliyat, Cet. II, Beirut Mu’assasah, 1993, hal. 429-430. Ihsan Muhammad, 2005, Terjemahan Pengantar Study Ilmu Hadist, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Ibn Maskawih, Tahdzib al-Akhlaq fi al-Tarbiyah, Cet. I, Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1985, hal. 25. Maurice B. Mitchell ed., Encylopedia of Britanica, Vol. VIII, Chicago William Benton Publisher, 1968, hal. 752. Martin Oswald, Nicomachean Ethics, Indiana Polis, New York The Bobs-Merril Company Inc., 1962, hal. xix. william m, Kurtinez, moralitas ptilaku dan perkembangan moral., jakarta Ui press, 1992, hal 6 Mahjuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta Kalam Mulia, 1991, Hlm. 9. Abd haris, Etika Hamka, Yogyakarta Elkis, 2010, Cet. I, [1] Alwan Khoiri, dkk. Akhlak Tasawuf, yogyakarta Pokja akademik UIN sunan kalijaga, 2005, hal 4 [2] Lihat, Abu al-Fadhal Jamal al-Din Muhammad Ibn Mukram Ibn Manzhur selanjutnya disebut Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, Jilid X, Beirut Dar al-Fikr, 1990, hal. 85. Lihat juga, Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, Cet. XXXIII, Beirut Dar al-Masyriq, 1986, hal. 193. Di dalam pemakaian bahasa Arab kata khalaqa dan ja’ala dibedakan pengertiannya. Arti ja’ala adalah menciptakan sesuatu yang masih berhubungan dan terikat dengan yang lain, atau dengan kata lain menciptakan dari materi yang telah ada. Sementara khalaqa berarti sebaliknya. Lihat Abu al-Baqa’ Ayub Ibn Musa al-Husaini, Al-Kulliyat, Cet. II, Beirut Mu’assasah, 1993, hal. 429-430. [3] [4] Ihsan Muhammad, Terjemahan Pengantar Study Ilmu Hadist, Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 2005. [5] Ibn Maskawih, Tahdzib al-Akhlaq fi al-Tarbiyah, Cet. I, Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1985, hal. 25. [7] Lihat, Maurice B. Mitchell ed., Encylopedia of Britanica, Vol. VIII, Chicago William Benton Publisher, 1968, hal. 752. [8] Martin Oswald, Nicomachean Ethics, Indiana Polis, New York The Bobs-Merril Company Inc., 1962, hal. xix. [9]http///D/Persamaan%20dan%20Perbedaan%20serta%20Keterkaitan%20Akhlak,%20Etika,%20Moral,%20Kesusilaan%20dan%20Kesopanan%20_% [10] Alwan Khoiri dkk, hal 13 [11] ibid ,hal 14 [12] william m, Kurtinez, moralitas prilaku dan perkembangan moral., jakarta Ui press, 1992, hal 6 [13] Mahjuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, Jakarta Kalam Mulia, 1991, Hlm. 9. [14]
5 Moral tidak akan terbentuk tanpa etika. Contoh yang jelas dari perbedaan antara etika dan moral adalah bahwa, sebagai manusia yang berakal, mengatakan apa yang baik dan apa yang benar adalah hal yang baik yang diketahui semua orang. Dari pemikiran tersebut, terbentuklah moral masyarakat untuk selalu berkata jujur. Sehingga orang yang suka
Karena kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari hukum, ia merupakan kebutuhan dalam kehidupannya. Hukum berfungsi sebagai sandaran atau ukuran tingkah laku atau kesamaan sikap standard of product yang harus ditaati setiap anggota masyarakat. Dan lebih jauh hukum berfungsi sebagai suatu sarana perekayasaan untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih sempurna as a tool of social engineering ia sebagai alat untuk mengecek ketidak benarannya suatu tingkah laku as a tool of justification, dan ia pun sebagai alat untuk mengontrol pemikiran dan langkah-langkah manusia agar mereka selalu terpelihara,tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum as a tool of social control. Hukum merupakan kesimpulan pertimbangan tentang apa yang patut dan baik dilakukan, tentang ada apa yang tidak dan tidak baik dilakukan. Apa yang dipandang baik, itulah yang harus dilakukan, dan apa yang tidak baik harus ditinggalkan. Mereka yang tidak melakukan sesuatu yang dipandang baik, atau melakukan sesuatu yang tidak dipandang baik, berarti mengingkari kebaikan dan membenarkan ketidak baikan keburukan. Oleh karena itu timbullah norma kewajiban dan larangan, di samping ada norma yang tidak diwajibkan dan dilarang. Norma moral tidak sama dengan norma hukum. Dalam keadaan tertentu norma moral memerlukan norma hukum untuk diformalkan dalam lembaga tertentu, sehingga mempunyai kekuatan yang mengikat. Moral sangat erat hubungannya dengan dan penegakkan hukum memerlukan ketaatan kepada moral. Ada pepatah romawi yang berbunyi “Quid Leges sine moribus?” artinya “apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas?” karena moral sangat erat hubungannya dengan hukum, maka kualitas hukum ditentukan oleh kualitas moral. Hukum yang tidak mencerminkan moral pada dasarnya bukan hukum, ia harus diganti dengan hukum yang bermoral. Tidak terlepas dari itu selain hukum yang berkaitan dengan moral, hukum pun mempunyai keterkaitam yang sangat erat dengan etika, akhlak, dan agama. Membincangkan hukum, moral, etika, akhlak dan agama sebagai salah satu kesatuan akan berimplikasi pada kedudukannya masing-masing. Dan hal ini yang melatar belakangi penulis untuk menulis dan mengkaji keterkaitannya suatu hubungan antara hukum, moral, etika, akhlak, dan agama. Maka penulis membuat makalah yang berjudul “ KajianKeterkaitan Hubungan Antara Hukum, Moral, Etika, Akhlak, dan Agama”.
Peredaanantara akhlak, etika, moral dan susila adalah terletak pada sumber yang dijad i kan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Jika dalam etika penilaian baik buruk berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moran dan susila berdasarkan kebiasaan yang berlaku secara umum dimasyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk itu adalah berdasarkan al-Qur
Akhlak, etika dan moral, ketiga hal yang memiliki kemiripan, tapi jika dilihat secara lebih dalam lagi, ternyata ada perbedaannya, terutama jika ditinjau dari berbagai perspektif atau sudut pandang. Ketiga hal tersebut adalah aspek dari kehidupan yang perlu dilakukan oleh hidup ini, setiap orang biasanya kerap menilai seseorang itu baik atau buruk dengan berpatokan pada akhlak, etika dan moral yang dimiliki oleh seseorang. Mulai dari cara berbicaranya, cara berpikir dan berperilakunya dalam keseharian. Setiap orang memiliki akhlak, etika dan moral yang berbeda, baik atau buruknya pun, semua dipengaruhi oleh latar belakang dan lingkungan yang ada di memahami secara lebih dalam lagi, terkait perbedaan akhlak, etika dan moral, itu bisa dilihat dari berbagai hal. Salah satunya ditinjau dari perspektif atau sudut pandang. Berikut beberapa perspektifnya untuk melihat perbedaan apa yang terdapat di antara akhlak, etika dan Sudut pandang bahasa ilustrasi tindakan memuji orang lain GroupMulai dari sudut pandang bahasa atau asal usul kata. Akhlak berasal dari bahasa Arab “khuluqun” yang memiliki arti budi pekerti atau tingkah laku. Jika ditinjau dari bahasanya, akhlak berarti budi pekerti atau tingkah laku yang ditunjukkan oleh manusia, akibat adanya perbuatan yang berulang kali dilakukan, sehingga tingkah laku tersebut menjadi sebuah kebiasaan, bisa berupa kebiasaan baik maupun adalah “ethos” berasal dari bahasa Yunani yang berarti kebiasaan. Etika ditinjau dari sudut pandang bahasa, memiliki arti sebuah teori atau ilmu tentang adat dan kebiasaan manusia, bisa baik atau juga moral berasal dari bahasa latin yaitu “mos” artinya tentang kelakuan. Maka, moral adalah ajaran tentang kelakuan manusia, bisa baik dan buruknya. Kata moral dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan untuk menilai tingkah laku manusia yang berkaitan dengan nilai-nilai yang berlaku di dalam Sudut pandang tokoh ilustrasi berpikir positif membuat bahagia PiacquadioPerbedaan berikutnya dari akhlak, etika dan moral yaitu dilihat dari sudut pandang tokoh. Terdapat beberapa tokoh yang membedakan ketiga hal tersebut, salah satunya adalah Al Mawardi, dilansir Jurnal Agama Islam Al Mawardi, akhlak, etika dan moral memiliki perbedaan. Akhlak bersifat transendental, yaitu lebih menonjolkan hal-hal yang sifatnya etika dan moral sifatnya lebih dinamis dan tidak mutlak. Hal tersebut karena etika dan moral adalah hasil dari pemahaman manusia terhadap baik dan buruknya segala hal yang terjadi dalam kehidupan. Nah, pemahaman yang dimiliki oleh setiap manusia, itu berbeda tergantung dari pola pikir, adat kebiasaan, tradisi, dan lingkungan tempat tinggalnya. Baca Juga 5 Etika Sosial Nitip Makanan atau Barang ke Teman 3. Sudut pandang filosofis ilustrasi bersikap sopan saat menyapa ShimazakiPerbedaan tentang akhlak, etika dan moral juga bisa dilihat dari sudut pandang filosofisnya. Dalam perspektif filsafat, akhlak merupakan tingkah laku manusia berdasarkan pandangan agama. Etika, merupakan tingkah laku manusia yang dihasilkan dari pola moral merupakan nilai-nilai dan tingkah laku manusia yang ditunjukkan berdasarkan suatu tindakan. Maka, etika bisa diartikan perilaku seseorang yang berstandar dari moral yang dimilikinya. Semuanya yang ditunjukkan juga berdasarkan pada lingkungannya. Inilah mengapa, ketiga hal tersebut dari setiap orang bisa Sudut pandang penilaiannya ilustrasi tradisi suatu masyarakat NilovPerbedaan berikutnya tentang akhlak, etika dan moral bisa ditinjau dari sudut pandang penilaiannya. Setiap orang memiliki cara menilai yang berbeda terkait ketiga hal tersebut. Cara penilaiannya pun dipengaruhi oleh berbagai aspek yang ada di dalam dengan hal-hal yang layak dan tidak layak atas tindakan manusia, masing-masing orang dan budaya memiliki perbedaan. Tergantung dari tradisi dan adat kebiasaan yang berlaku di suatu daerah. Sesuatu yang bermanfaat dan tidak, sesuatu yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh, itu semua menyangkut pada nilai-nilai sosial yang disepakati oleh suatu masyarakat tertentu. Oleh karena itu, nilai-nilai terkait akhlak, etika dan moral dalam suatu lingkungan masyarakat tidak selalu Sudut pandang penerapannya ilustrasi kehidupan bertetangga ProductionsDitinjau dari sudut pandang penerapannya, akhlak, etika dan moral juga terdapat perbedaan. Akhlak merupakan pembawaan atas diri manusia yang menghasilkan tindakan yang berdasarkan kerohanian. Moral merupakan tindakan manusia yang dilahirkan dari adat dan kebiasaan. Sedangkan, etika merupakan pengetahuan yang membahas tentang baik dan buruknya suatu tindakan berdasarkan akal dan hati dalam penerapannya, akhlak adalah tindakan yang tanpa didasari oleh pertimbangan dari seseorang. Etika adalah tindakan manusia yang dikehendakinya, baik itu benar atau salah. Sedangkan, moral merupakan tindakan yang memiliki aturan dari hati seseorang, sehingga moral juga berperan sebagai pengarah perilaku seseorang dalam menjalani terdapat perbedaan secara definisi, sudut pandang maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, akhlak, etika dan moral tetap memiliki kesamaan yaitu, cara atau sarana untuk menciptakan kerukunan, kebahagiaan dan keharmonisan hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta dan manusia dengan diri manusia, sebenarnya sudah memiliki ketiga hal tersebut. Tugas manusia tinggal bagaimana dia menggunakannya secara tepat, agar dapat menciptakan kedamaian, kesejahteraan dan ketenteraman dalam kehidupan, baik pribadi maupun itu, ada baiknya gunakanlah akhlak, etika dan moral dalam segala hal yang dapat memberikan dampak positif bagi semuanya, yaitu bagi dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan negara yang tercinta. Baca Juga 5 Bentuk Degradasi Moral yang Sering Dijumpai di Lingkungan Sekitar IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Norma, Etika, Moral, Susila dan Akhlak-Tasawuf ) DISUSUN OLEH : M. RASYID HIDAYAT 170101040233
Etika, moral, susila dan akhlaq, secara konseptual memiliki makna yang berbeda, namun pada tataran praktis, memiliki 113 prinsip yang sama, yakni sama-sama berkaitan dengan nilai perbuatan manusia. Seseorang yang sering kali berkelakuan baik kita sebut sebagai orang yang berakhlaq, beretika, bermoral, dan sekaligus orang yang mengerti susila. Sebaliknya, orang yang perilakunnya buruk di sebut orang yang tidak berakhlaq, tidak bermoral, tidak tahu etika atau orang yang tidak berasusila. Konotasi baik dan buruk dalam hal ini sangat bergantung pada sifat positif atau negatif dari suatu perbuatan manusia sebagai makhluk individual dalam komunitas sosialnya. Dengan demikian etika, moral, susiala dan akhlak memiliki substansi yang sangat dekat bahkan bisa dikatakan sama. Sebab tujuan ketiganya adalah mencari nilai-nilai positif dalam bertingkah laku untuk menjadi makhluk yang bermoral etis sebagai ciptaan, baik di mata Tuhan maupun makhluknya. Jika ditinjau dalam perspektif agama, perbuatan manusia didunia ini hanya ada dua pilihan yaitu baik dan buruk atau benar dan salah. Jalan yang di tempuh manusia adalah jalan lurus yang sesuai dengan petunjuk ajaran agama dan keyakinannya, atau sebaliknya, yakni jalan menyimpang atau jalan setan, kebenaran atau kesesatan. Tidak boleh ada jalan ketiga sebagai jalan tengah antara keduanya. Keempat istilah tersebut sama-sama mengacu pada perbuatan manusia yang selanjutnya ia diberikan kebebasan untuk menentukan apakah mau memilih jalan yang berniai baik atau buruk, benar atau salah berdasarkan kepeutusannya. Tentu saja, masing-masing pilihan mempunyai konsekuensi berbeda. Sumber nilai pada akhlak adalah Alquran dan sunah, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat sebagaimana konsep etika dan moral. Hati nurani atau fitrah dalam bahasa Alquran memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah swt memiliki fitrah bertauhid, mengakui keesaan-Nya Lihat QS. Ar-Rum/30 30. Karena fitrah itulah manusia cinta kepada kesucian dan selalu cenderung kepada kebenaran. Namun fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan linngkungan. Oleh sebab itu ukuran baik dan buruk tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada hati nurani atau fitrah manusia semata. Fitrah hanyalah potensi dasar yang perlu dipelihara dan dikembangkan. 114 p Semua keputusan syara’ tidak akan bertentangan dengan hati nurani manusia, karena kedua-duanya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah swt. Demikian juga dengan akal pikiran, Ia hanyalah salah satu kekuatan yang dimilki manusia untuk mencari kebaikan atau keburukan. Pandangan masyarakat juga bisa dijadikan salah satu ukuran baik dan buruk. Masyarakat yang hati nuraninya sudah tertutup dan akal pikiran mereka sudah dikotori oleh perilaku tercela tidak bisa dijadikan ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang baiklah yang dapat dijadikan ukuran. Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk tolak ukur yang digunakan atau sumbernya adalah akal pikiran atau rasio filsafat, sedangkan dalam pembicaraan moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dimasyarakat. Mengenai istilah akhlak, etika dan moral dapat dilihat perbedaannya dari objeknya, dimana akhlak menitikberatkan perbuatan terhadap Tuhan dan sesama manusia, sedangkan etika dan moral hanya menitikberatkan perbuatan terhadap sesama manusia saja. Maka istilah akhlak sifatnya teosentris, meskipun akhlak itu ada yang tertuju kepada manusia dan makhluk-makhluk lain, namun tujuan utamanya karena Allah swt. Tetapi istilah etika dan moral semata-mata sasaran dan tujuannya untuk manusia saja. Karena itu, istilah tersebut bersifat antroposentris kemanusiaan saja. Ditinjau dari aspek pembentukan karakter, keempat istilah itu merupakan suatu proses yang tidak pernah ada kata berhenti di dalamnya. Proses itu harus terus-menerus di dorong untuk terus menginspirasi terwujudnya manusia-manusia yang memiliki karakter yang baik dan mulia, yang kemudian terefleksikan ke dalam bentuk perilaku pada tataran fakta empiric di lapangan sosial dimana manusia tinggal. Kesadaran terhadap arah yang positif ini menjadi penting ditanamkan, agar supaya tugas manusia sebagai khalifatullah fi al-ardi menjadi kenyataan sesuai titah Allah Swt. Bukankah Allah telah membekali manusia berupa sebuah potensi fitri, jika manusia mampu memeliharanya, maka ia akan mencapai drajad yang lebih mulia dari pada malaikat. Sebaliknya, jika tidak mampu, maka ia akan jatuh ke posisi drajad binatang dan bahkan lebih sesat lagi. Inilah di 115 antara argumentasinya, bahwa betapa perilaku manusia itu harus senatiasa dibina, di bombing, di arahkan bahkan harus di control melalui regulasi-regulasi, agar supaya manusia selalu berada di jalan yang benar dan lurus. Untuk mewujudkan cita-cita luhur itu, memang dibutuhkan suatu proses yang panjang sekaligus dengan cost yang tidak sedikit. Berdasarkan paparan di atas, maka secara formal perbedaan keempat istilah tersebut adalah antara lain sebagai berikut 1. Etika bertolak ukur pada akal pikiran atau rasio. 2. Moral tolak ukurnya adalah norma-norma yang berlaku pada masyarakat. 3. Etika bersifat pemikiran filosofis yang berada pada tataran konsep atau teoritis. 4. Pada aras aplikatif, etika bersifat lokalitas dan temporer sesuai consensus, dengan demikian dia disebut etiket etiqqueta, etika praksis, atau dikenal juga dengan adab/tatakrama/tatasusila. 5. Moral berada pada dataran realitas praktis dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang dalam masyarakat. 6. Etika di pakai untuk pengkajian system nilai yang ada. 7. Moral yang di ungkapkan dengan istilah moralitas di pakai untuk menilai suatu perbuatan. 8. Akhlaq berada pada tataran aplikatif dari suatu tindakan manusia dan bersifat umum, namun lebih mengacu pada barometer ajaran agama. Jadi, etika islam termasuk salah satu dari berbagai etika relegius yang ada itu tidak lain adalah akhlaq itu sendiri. 9. Susila adalah prinsip-prinsip yang menjadi landasan berpijak masyarakat, baik dalam tindakan maupun dalam tata cara berpikir, berdasarkan kearifan-kearifan local. 10. Akhlaq juga berada pada level spontanitas-spesifik, karena kebiasaan individual/komunitas yang dapat disebut dengan “Adab”, seperti adab mencari ilmu, adab pergaulan keluarga dan lain-lain.
uwJcQg.